Puluhan Ribu Warga Terganggu Jiwanya

Mendadak kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, dan kerap mendengar suara desingan peluru adalah kenyataan hidup yang terlalu berat ditanggung ratusan ribu warga Marawi.

Mereka harus meninggalkan kehidupannya yang dulu, mungkin, menyenangkan dan harus hidup di pengungsian. Sebab, pertempuran antara pasukan pemerintah Filipina dan kelompok militan Maute di ibu kota Provinsi Lanao del Sur tersebut berlangsung setiap hari.

Karena itu, menurut data yang dikumpulkan kantor kesehatan provinsi atau Integrated Provincial Health Office (IPHO), tercatat ada 30.732 pengungsi yang mengalami tanda-tanda terganggu kesehatan jiwanya.

Masa depan yang tidak jelas, kondisi yang memprihatinkan di tempat pengungsian, dan kehilangan keluarga menjadi pemicu utamanya. ’’Itu adalah masalah darurat saat ini. Kesehatan mental harus menjadi bagian dari rencana pemulihan (pasca perang, Red),’’ ujar Juru Bicara Komite Krisis Provinsi Lanao del Sur Zia Alonto Adiong kemarin (8/8).

Sebanyak 6.455 orang masuk level dua. Kategori tersebut butuh penanganan dengan sesi tanya jawab saja. Paling banyak di level tiga, yakni 24.199 orang. Golongan itu membutuhkan perawatan perorangan yang lebih intensif. Sisanya, yang 78 orang, masuk level empat. Yaitu, pasien yang membutuhkan obat dan perawatan di fasilitas khusus untuk penderita gangguan kejiwaan.

Sejauh ini belum ada yang sampai level lima. Itu adalah level terburuk. Di level tersebut pasien tidak bisa diajak berkomunikasi dan bisa menjadi agresif.


Sejak bergolak 23 Mei lalu, belum juga ada tanda-tanda perang berhenti. Meski begitu, Presiden Rodrigo Duterte siap dengan program rehabilitasi Marawi. Bahkan, kemarin negara itu mendapatkan kucuran bantuan tambahan untuk melaksanakan program tersebut.

Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyatakan, negaranya akan membantu orang-orang yang terdampak perang di Marawi. Negeri Kanguru itu bakal memberikan bantuan PHP 799 juta atau setara dengan Rp 211,4 miliar. Bantuan tersebut dikucurkan berkala selama empat tahun.

’’Australia akan menyediakan layanan konseling dan perlindungan anak untuk sekitar 360 ribu penduduk Marawi yang terpaksa melarikan diri dari rumahnya,’’ ujar Bishop di sela-sela acara KTT ASEAN di Manila, Filipina, kemarin.

Sementara itu, Militer Filipina (AFP) kembali membombardir Marawi dari udara Senin (7/8). Serangan tersebut diharapkan bisa menghancurkan bom-bom rakitan yang ditanam militan Maute di desa-desa yang mereka kuasai. AFP kembali mengintensifkan serangan udara. Sebab, sehari sebelumnya dua prajurit mereka tewas karena bom rakitan.

Gara-gara kondisi yang belum aman itu, proses belajar-mengajar di Mindanao State University (MSU) belum bisa dilaksanakan. AFP meminta waktu dua pekan lagi untuk memastikan situasi benar-benar aman. Sampai kemarin, bangunan milik MSU masih utuh dan bisa dipakai kapan saja begitu konflik selesai.

’’MSU adalah simbol kehidupan di kota Marawi. Tempat tersebut adalah pusat pengetahuan dan kami harus membuka perkuliahan secepatnya,’’ ujar Juru Bicara Komando Mindanao Barat Kapten Jo-Ann Petinglay. AFP yakin pendidikan adalah unsur penting untuk menangkal radikalisme.(*)
Philstrar/ManilaBuletin/ABS-CBN/sha/c22/any }